Kebijakan Penggunaan Dana BOSP 2025 Berubah, Honor Tenaga Non-ASN Terdampak!

Dana BOSP 2025 Berubah

Dana BOSP 2025 Berubah – Tahun 2025 membawa kabar mengejutkan bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pemerintah resmi mengubah kebijakan penggunaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), dan imbasnya langsung menghantam salah satu kelompok paling rentan di sektor pendidikan: tenaga kependidikan non-ASN. Tenaga honorer yang selama ini menggantungkan hidup dari dana BOS, kini harus menelan pil pahit akibat pengetatan aturan baru.

Perubahan ini menyoroti batasan baru dalam penggunaan dana BOSP yang mulai di berlakukan tahun anggaran 2025. Salah satu poin kontroversial adalah pembatasan pemberian honorarium kepada tenaga non-ASN, terutama mereka yang bekerja di luar daftar guru tetap atau tenaga administrasi yang terdaftar secara resmi slot 777. Dengan kata lain, tenaga honorer yang selama ini aktif mendukung operasional sekolah kini terancam tidak lagi menerima honor dari dana tersebut.

Nasib Tenaga Honorer: Digantung Tanpa Kepastian

Selama bertahun-tahun, tenaga non-ASN telah menjadi tulang punggung pelengkap dalam jalannya proses belajar-mengajar, khususnya di daerah yang kekurangan guru dan tenaga administrasi. Mereka bekerja keras, sering tanpa perlindungan dan kepastian hukum, hanya berharap pada kebaikan kepala sekolah atau kelonggaran kebijakan dana BOS.

Namun kini, angin berubah arah. Dengan adanya pembatasan ini, ribuan tenaga honorer di seluruh Indonesia menghadapi ketidakpastian yang mengkhawatirkan. Gaji yang tidak seberapa itu pun kini di pertanyakan keberlanjutannya. Apakah negara sedang menutup mata terhadap realitas di lapangan?

Prioritas yang Dipertanyakan

Alasan di balik perubahan kebijakan ini adalah efisiensi penggunaan dana pendidikan. Pemerintah ingin fokus pada pembiayaan kegiatan yang bersifat prioritas dan terukur. Namun, apa artinya efisiensi jika pada akhirnya mengorbankan individu-individu yang menjadi penopang sistem pendidikan itu sendiri?

Bagaimana mungkin pendidikan di katakan berkualitas bila yang menopangnya malah di pinggirkan? Ribuan sekolah di pelosok negeri ini masih sangat bergantung pada tenaga non-ASN. Jika mereka tidak lagi dapat di bayar dari dana BOSP, dari mana sekolah bisa membiayai mereka?

Dampak Nyata di Lapangan

Kepala sekolah kini berada dalam di lema. Di satu sisi mereka ingin mematuhi aturan baru, tapi di sisi lain mereka tak mungkin mengabaikan peran besar tenaga honorer. Banyak yang akhirnya harus mengorbankan program lain atau mencari jalan alternatif, seperti dana komite atau donasi sukarela, demi tetap membayar para honorer.

Perubahan ini menimbulkan keresahan yang nyata. Diskusi di forum-forum kepala sekolah, grup WhatsApp tenaga pendidik, hingga media sosial di penuhi keluhan dan kecemasan. Satu hal yang pasti: sistem sedang bergeser, tapi apakah pergeseran ini menuju arah yang benar, atau justru membuka jurang ketidakadilan yang lebih dalam?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *