Empat Sekolah Dasar di Pohuwato Gorontalo

Pohuwato Gorontalo – Gizi buruk bukan lagi sekadar isu, tapi ancaman nyata yang menghantui generasi muda, terutama anak-anak sekolah dasar di wilayah pelosok. Pohuwato, salah satu kabupaten di Provinsi Gorontalo, akhirnya menjadi target intervensi dengan peluncuran program edukasi “Makan Baik” di empat sekolah dasar. Program ini bukan hanya sekadar ceramah tentang makanan sehat—ini adalah upaya serius, terstruktur, dan menyasar langsung ke jantung permasalahan: kebiasaan makan anak-anak yang selama ini diabaikan.

Di daerah yang seringkali minim akses informasi dan sumber gizi seimbang, anak-anak terbiasa dengan jajanan murah, penuh pewarna dan gula, tanpa memahami dampaknya. Di sinilah program ini memainkan peran penting. Empat sekolah—yang namanya masih di rahasiakan untuk kepentingan evaluasi program—menjadi laboratorium hidup, tempat pola pikir baru tentang makan sehat sedang di bentuk.

Edukasi Makan Baik: Lebih dari Sekadar Teori

Apa sebenarnya yang di lakukan dalam edukasi ini? Pertama, siswa di perkenalkan pada konsep dasar makanan sehat: mengenal karbohidrat, protein, serat, vitamin, dan mineral—bukan dari buku tebal, tapi dari aktivitas langsung. Mereka di minta membawa bekal sehat dari rumah, menyusun menu makan siang bersama guru, hingga menanam sayur sendiri di kebun sekolah. Tidak hanya itu, edukasi juga menyasar guru dan orang tua, karena perubahan pola makan anak tidak akan efektif tanpa dukungan dari lingkungan sekitar.

Yang membuat program ini berbeda adalah pendekatan interaktifnya. Anak-anak tidak di jejali dengan larangan, tetapi di ajak berpikir: “Mengapa aku makan ini?”, “Apa yang tubuhku butuhkan hari ini?”, dan “Bagaimana makanan ini membantuku belajar dan bermain lebih baik?”. Pendekatan ini menciptakan kesadaran slot 10k, bukan sekadar kepatuhan.

Perubahan Kecil, Dampak Besar

Meski masih berjalan dalam tahap awal, tanda-tanda perubahan mulai terlihat. Beberapa siswa yang awalnya rutin membawa mie instan untuk bekal kini mulai beralih ke nasi, telur, dan sayur. Guru-guru juga melaporkan peningkatan konsentrasi siswa di kelas. Sebuah indikasi bahwa perubahan gaya hidup tidak hanya soal kesehatan fisik, tetapi juga berimbas pada kualitas belajar.

Pemerintah daerah dan dinas pendidikan kini tengah memantau hasil program ini untuk di jadikan model percontohan bagi sekolah lain di Gorontalo. Jika berhasil, program “Makan Baik” bisa menjadi senjata utama dalam memutus mata rantai gizi buruk dan membentuk generasi baru yang lebih sehat, cerdas, dan kritis terhadap apa yang mereka konsumsi setiap hari.

Pertanyaannya sekarang: apakah sekolah lain berani mengikuti langkah berani ini? Atau justru akan terus membiarkan generasi muda tumbuh dengan pola makan yang merusak sejak dini?

Exit mobile version